Saat ini, manusia telah memasuki era digitalisasi. Semua orang dari segala kalangan selalu melibatkan bantuan teknologi dalam segala aspek kehidupannya. Dewasa ini, teknologi merambah pendidikan, industri, bisnis, medis, dan lain-lain. Dengan adanya teknologi, pekerjaan manusia dipermudah dan hasil kerja lebih efisien.

Hadirnya teknologi dengan berbagai kecanggihan dan kemudahannya membuat teknologi kerap dijuluki sebagai “jantung” kemajuan hidup manusia. Salah satu buah hasil perkembangan teknologi adalah AI (Artificial Intelligence). Akhir-akhir ini, penggunaan teknologi berbasis AI sangat melonjak pesat. Bahkan AI digadang-gadang menjadi teknologi masa depan.

 Lalu, apakah AI itu? AI atau kecerdasan buatan adalah sekumpulan data yang diprogram dalam sebuah sistem untuk menyamai kecerdasan manusia. AI memungkinkan komputer untuk belajar dari pengalaman, mengidentifikasi pola, membuat keputusan, dan menyelesaikan tugas-tugas kompleks dengan cepat.

Tentunya dengan kecanggihan AI akan sangat memudahkan pekerjaan manusia. Dalam bidang pendidikan, misalnya, penggunaan AI dapat membantu pelajar dalam mengontrol dan memantau perkembangan pembelajaran dan menyelesaikan berbagai macam tugas.

Di bidang kesehatan, teknologi kecerdasan buatan digunakan untuk mempercepat waktu pelayanan, memperluas jangkauan, dan penurunan biaya kesehatan. Berbagai perusahaan besar seperti Microsoft, Google, Meta, Open AI, dan perusahaan terkemuka lainnya berlomba-lomba mengembangkan AI agar bisa membantu meningkatkan efektivitas pekerjaan mereka.

Namun di balik segala kemudahan dan kecanggihan AI, ada bahaya besar yang mengintai manusia di masa mendatang. Elon Musk, CEO Twitter dan Tesla, dalam acara Tesla’s Investor Day mengatakan bahwa AI jauh lebih berbahaya daripada bom nuklir. Hal ini ia katakan bukan tanpa alasan. Elon merasa khawatir akan perkembangan AI ini. Ia mengatakan, hadirnya AI membuat tingkat pengangguran membludak.

Baru-baru ini perusahaan Google memberhentikan 12.000 karyawannya demi berfokus pada pengembangan AI. Lebih mengerikan, riset terbaru dari forum ekonomi dunia memprediksi 14 juta tenaga kerja global bakal menganggur gara-gara AI sampai tahun 2027. Di bidang industri penambangan, para pengusaha pertambangan di China mulai mengembangkan sistem pertambangan dan pengangkutan hasil tambang menggunakan AI dan tanpa awak.

Di bidang kesehatan, kini mulai menggunakan robot dengan lengan mekanis untuk melakukan operasi bedah yang rumit. Robot Da Vinci, misalnya, yang digunakan untuk operasi prostat, hysterectomy, dan operasi jantung. Dari contoh peristiwa ini, dapat dilihat bahwa AI hampir mampu melakukan semua aktivitas yang dilakukan manusia. Tak dapat dipungkiri lagi, AI terus mengalami evolusi dan dampak terburuknya,  AI perlahan-lahan mengambil alih pekerjaan manusia.

Adapun bahaya lain dari AI adalah pelanggaran privasi. Segala bentuk tindakan kriminal yang berkaitan data dan keamanan informasi akan dengan mudah disadap AI. Negara China yang menggunakan teknologi berbasis pengenalan wajah guna mendeteksi pergerakan masyarakat.

Hal ini memang memudahkan pemerintah setempat dalam memantau masyarakatnya, tetapi berbahaya jika digunakan untuk hal-hal yang berbau kriminalitas. Lebih parahnya lagi, AI kini mampu meniru  wajah dan suara seseorang pada media video. Semakin canggih perkembangan AI, membedakan wajah serta suara asli seseorang dalam sebuah video. Salah satu contohnya video yang menggunakan wajah serta suara Presiden Jokowi yang sempat viral di media sosial.   

 

Hal ini membuktikan betapa canggihnya teknologi AI saat ini. Dengan kecanggihan itu, maka tindakan kriminalitas berpotensi semakin menjamur di masyarakat, serta risiko hoaks. Bahaya lain yang jauh lebih besar adalah penggunaan AI dalam konteks militer, seperti drone bersenjata, robot, dan senjata otonom. Soalnya, AI tidak mengerti soal Hukum Konflik Bersenjata (Laws of Armed Conflict).

Para ahli khawatir armada tempur akan menjadi robot pembunuh. Apalagi, jika peretasan AI juga rentan terjadi, yang memungkinkan peperangan dapat diubah dan dimanipulasi. Contohnya adalah siber Stuxnet yang berhasil menyusup di perangkat lunak pengontrol pusat uranium di Iran 10 tahun lalu. Masih banyak lagi bahaya AI yang dapat mengancam masa depan umat manusia.

Kita sudah seharusnya waspada terhadap penggunaan AI yang tengah merajalela saat ini. Apalagi, the godfather of AI, Geoffrey Hinton, sampai rela resign dari pekerjaannya di Google hanya demi menyerukan bahaya AI bagi manusia. Saat diwawancarai, ia mengatakan bahwa ia sendiri pun tidak tahu solusi untuk menekan penggunaan AI.

Ia juga tidak merekomendasikan penghentian penggunaan AI, meskipun ia menyatakan dirinya menyesal atas penemuannya sendiri. Ditambah lagi, lebih dari 1000 pakar peneliti terkait AI telah menandatangani surat peringatan terbuka bahwa AI berbahaya bagi manusia.

Kita tidak bisa mengontrol orang-orang untuk tidak menggunakan AI. Penggunaan teknologi tersebut diharapkan sebijak mungkin. Kita harus bisa menggunakan AI secara tepat sasaran agar tidak mendominasi kehidupan manusia. Salah satu hal sederhana yang dapat kita lakukan adalah menyelaraskan penggunaan AI dan pikiran manusia.

Sebagai contoh, di restoran, AI bisa digunakan sebagai resepsionis dan pelayan. Manusia digunakan sebagai chef. Di bidang perkantoran dan perbankan, AI bisa digunakan sebagai analisis data, sedangkan manusia bisa jadi Teller atau Customer Service. Apalagi kita sebagai pelajar, kemampuan otak kita juga harus bisa selaras dengan perkembangan AI saat ini.

AI yang dijuluki sebagai “tuhannya informasi” seharusnya jangan membuat kita menjadi bergantung padanya. Jika AI sudah membantu kita dengan berbagai informasi untuk menambah wawasan kita, maka kita juga harus bisa mencari tahu sendiri informasi yang didapat dari AI. Dengan melakukan hal ini, pengetahuan bertambah, dan kemampuan berpikir kritis-kreatif kian berkembang.

Jika teknologi mengalami evolusi, kemampuan manusia harus bisa berevolusi menuju perkembangan yang lebih baik. Di negara Jerman mulai beralih dari penggunaan AI ke informasi yang bersumber dari buku dan studi lapangan. Pengendalian penggunaan AI sangat dibutuhkan saat ini. Penggunaan AI secara tidak terkendali berpotensi mengubah wajah dunia menjadi lebih mengerikan. Bahaya AI jauh lebih besar daripada bom nuklir. Jika tidak diatasi, perkembangan AI dan penggunaannya bisa menjadi bencana kehancuran di masa depan.